Jakarta-Akuntan Online:
Anggota Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (DPN-IAI), Dwi Setiawan Susanto menilai perluya dibuat SAK (standar akuntansi keuangan) berdasarkan sektor- sektor indutsri yang tidak tercakup dalam PSAK dan SAK ETAP .yang disebut SAK untuk kebutuhan khusus.
Saat ini, kata dia, ada beberapa sektor industri yang tidak bisa menggunakan PSAK (penyataan standar akuntansi keuangan) berbasis IFRS maupun SAK ETAP (standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntanbilitas publik), karena kekhasan dan keunikan industrinya.
"Saat ini yang jadi persoalan tidak ada lagi SAK perindustrian, hanya ada PSAK berbasis IFRS. Untuk itu saya usulkan dari IAI sebagai asosiasi profesi membuat SAK untuk kebutuhan khusus," ujar Dwi di Jakarta, Senin (23/09/2013).
Sebagai contoh, pedoman untuk koperasi, SAK untuk dana haji, SAK untuk lembaga keuangan mikro, SAK partai politik dan SAK yayasan. Dari pedoman itu akan dikembangkan untuk membangun sistem akuntansi kebutuhan khusus tersebut.
SAK untuk kebutuhan khusus sangat penting agar tidak lagi terjadi kerancuan dalam sistem akuntansi. Kerancuan itu tejadi misalnya pada pengelolaan dana haji, yang saat ini menggunakan SAP (standar akuntansi pemerintah) namun pada kebijakan akuntansinya menggunakan PSAK 45 tentang Pelaporan Keuagan untuk Entitas Nirlaba. "Untuk pengelolaan haji, saya cenderung adanya SAK khusus sebab ada dana dari pemerintah dan ada dana publik yang ada unsur surplusnya," ujar dia.
Sementara koperasi, ia juga melihat perlu SAK Khusus. Jika koperasi menggunakan SAK ETAP tidak terlalau tepat, karena karakter bisnisnya berbeda, perlakuan dan pengakuannya juga berbeda .
Jika rencana Dwi tersebut terwujud, paling tidak ada 3 SAK, yakni PSAK, SAK ETAP dan SAK untuk kebutuhan khusus. "Kami dalam waktu dekat akan membicarakan di dewan pengurus," ujarnya.(Zis)***
Sumber : http://akuntanonline.com
Anggota Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (DPN-IAI), Dwi Setiawan Susanto menilai perluya dibuat SAK (standar akuntansi keuangan) berdasarkan sektor- sektor indutsri yang tidak tercakup dalam PSAK dan SAK ETAP .yang disebut SAK untuk kebutuhan khusus.
Saat ini, kata dia, ada beberapa sektor industri yang tidak bisa menggunakan PSAK (penyataan standar akuntansi keuangan) berbasis IFRS maupun SAK ETAP (standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntanbilitas publik), karena kekhasan dan keunikan industrinya.
"Saat ini yang jadi persoalan tidak ada lagi SAK perindustrian, hanya ada PSAK berbasis IFRS. Untuk itu saya usulkan dari IAI sebagai asosiasi profesi membuat SAK untuk kebutuhan khusus," ujar Dwi di Jakarta, Senin (23/09/2013).
Sebagai contoh, pedoman untuk koperasi, SAK untuk dana haji, SAK untuk lembaga keuangan mikro, SAK partai politik dan SAK yayasan. Dari pedoman itu akan dikembangkan untuk membangun sistem akuntansi kebutuhan khusus tersebut.
SAK untuk kebutuhan khusus sangat penting agar tidak lagi terjadi kerancuan dalam sistem akuntansi. Kerancuan itu tejadi misalnya pada pengelolaan dana haji, yang saat ini menggunakan SAP (standar akuntansi pemerintah) namun pada kebijakan akuntansinya menggunakan PSAK 45 tentang Pelaporan Keuagan untuk Entitas Nirlaba. "Untuk pengelolaan haji, saya cenderung adanya SAK khusus sebab ada dana dari pemerintah dan ada dana publik yang ada unsur surplusnya," ujar dia.
Sementara koperasi, ia juga melihat perlu SAK Khusus. Jika koperasi menggunakan SAK ETAP tidak terlalau tepat, karena karakter bisnisnya berbeda, perlakuan dan pengakuannya juga berbeda .
Jika rencana Dwi tersebut terwujud, paling tidak ada 3 SAK, yakni PSAK, SAK ETAP dan SAK untuk kebutuhan khusus. "Kami dalam waktu dekat akan membicarakan di dewan pengurus," ujarnya.(Zis)***
Sumber : http://akuntanonline.com
0 Komentar