Kasus yang menjerat Gayus Tambunan sebagai penelaah keberatan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menjadi pembelajaran penting bagi seluruh pegawai pajak. Sebagai institusi yang tengah melakukan pembenahan, Ditjen Pajak khususnya Direktorat Keberatan dan Banding berusaha transparansi dalam memproses keberatan dan banding para wajib pajak. Sehingga 'permainan' seperti di dalam kasus Gayus pun tidak terjadi lagi.
Transparansi tersebut diupayakan melalui pemberian jalur hukum terhadap wajib pajak yang akan melakukan keberatan dan banding. Ditjen Pajak sudah memberikan 3 jalur upaya hukum kepada wajib pajak dalam memperoleh keadilan perpajakan. Upaya hukum tersebut melalui 3 pasal yakni pasal 16 UU KUP (sifatnya redaksional, kesalahan ketik atau hitung), pasal 25 UU KUP (sifatnya material), dan pasal 36 UU KUP (sifatnya material, tidak dapat diajukan banding atau gugatan).
"Itu sangat transparan dan tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan," kata Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Herry Sumardjito.
Keberatan sendiri adalah suatu cara yang dilakukan oleh wajib pajak kepada Ditjen Pajak apabila merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Setiap wajib pajak berhak mengajukan keberatan.
Jangka waktu untuk mengajukan keberatan yaitu 3 bulan sejak tanggal dikirimnya surat ketetapan pajak. Dan wajib pajak dipersyaratkan harus melunasi pajak yang masih harus dibayar yang disetujui wajib pajak pada saat pembahasan akhir. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat wajib pajak terdaftar, dengan syarat sebagai berikut:
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
b. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dan disertai alasan-alasan yang jelas.
c. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/masa pajak. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan surat keberatan, sehingga tidak diproses.
d. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, wajib pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Ditjen Pajak kemudian diberikan kewenangan untuk meminjam data wajib pajak terkait dengan keberatan tersebut. Misal, buku dan catatan informasi yang berkaitan dengan keberatan wajib pajak tersebut. Kemudian sebelum menerbitkan surat keputusan keberatan, Ditjen Pajak bisa meminta wajib pajak untuk hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan tentang keberatan wajib pajak yang didahului dengan penyampaian surat pemberitahuan untuk hadir(SPUH).
"Dan terakhir jangka waktu proses keberatan paling lama 12 bulan. Harus diterbitkan surat keputusan oleh Dirjen dlm hal ini (diwakili) Kanwil," jelas Herry.
Untuk pasal 16, wajib pajak bisa mengajukan keberatan jika terjadi kesalahan penulisan, perhitungan, dan kesalahan lainnya yang bersifat manusiawi. Untuk pasal 25 dan pasal 36 yaitu jika terjadi perbedaan pendapat antara pemeriksa atau fiskus dengan wajib pajak. Untuk pasal 16, karena kesalahan bersifat manusiawi maka bisa dibetulkan.
"Harapan kami kalau terjadi dispute jangan diselesaikan di luar jalur. Karena sudah ada jalurnya. Hukum kita sudah menjamin wajib pajak untuk mengupayakan keadilan, laluilah jalur itu. Kita imbau jangan menyelesaikan di luar itu," pintanya.
"Kejadian yang kemarin-kemarin (penangkapan KPK), itu karena wajib pajak memakai jalan pintas (negosiasi dengan pemeriksa)", pungkasnya.
[cza]
sumber: merdeka.com
0 Komentar