hr seris: Hambatan dan Resolusi

Stephen R. Covey



Seringkali kita sadar kita mempunyai kebiasaan buruk, semisal, menunda-nunda

pekerjaan, mengkritik orang tanpa berpikir panjang, makan atau tidur

berlebihan, dan sebagainya. Kemudian kita ingin memperbaiki keburukan

tersebut dengan mencanangkan resolusi perubahan diri. Kita menumbuhkan

kemauan dan tekad untuk berubah. Tetapi seringkali tekad saja tidak cukup.

Kita harus menggunakan banyak usaha dan tenaga untuk membentuk perilaku

baru, karena pada saat yang sama perilaku lama menarik kita tetap pada

kebiasaan-kebiasaan lama. Perubahan itu terasa amat sulit pada awalnya.

Mungkin kita harus mengorbankan "kebebasan" kita untuk melakukan hal-hal

yang kita sukai sampai kebiasaan baru terbentuk dengan kuat dan keinginan

kita untuk kembali kekebiasaan lama berkurang. Hal ini sama halnya dengan

pesawat yang lepas landas. Terasa sulit di awal, karena masih besarnya

pengaruh gravitasi, tetapi ketika sudah mengudara, semuanya menjadi lebih

mudah.



TIGA KEKUATAN PENGHAMBAT



Penting sekali kita perhatikan ada tiga kekuatan besar yang membuat kita

terpaku pada kebiasaan-kebiasaan lama, yaitu:



1--Hasrat dan nafsu.



Kita semua kadang-kadang mengalah pada hasrat - keinginan dan kebutuhan

badaniah (misal, makan, minum, tidur). Banyak orang menjadi budak dan

pecandu makanan dan minuman. Perut mengontrol pikiran dan badan. Dan ini

penuh dengan resiko. Di saat kita menjadi berlebih-lebihan, kita menjadi

kurang peka terhadap kebutuhan orang lain. Kita mudah menjadi marah pada

diri sendiri dan menimpakan kemarahan itu pada orang lain, kadang-kadang

hanya disebabkan oleh hal-hal sepele. Maka dari itu, apabila kita

dikendalikan oleh hasrat dan nafsu, kita pasti mempunyai masalah dalam

berhubungan dengan orang lain.



2--Kesombongan dan kepura-puraan.



Kalau kita tidak mampu menerima diri kita sendiri, kita menggunakan cermin

sosial untuk memperoleh identitas dan jati diri kita. Dengan demikian,

konsep diri berasal dari apa yang dipikirkan oleh orang lain tentang kita.

Maka, kita pun menngatur hidup kita menurut harapan orang lain. Semakin kita

hidup menurut harapan orang lain, semakin kita tidak bisa menerima diri kita

sendiri dan berpura-pura. Padahal harapan selalu beurbah-ubah. Dan sewaktu

kita terus bersandiwara menuruti kecongkakan dan kesombongan, kita menipu

diri sendiri, dan karena merasa terancam, kita terus berjuang mempertahankan

citra palsu itu.



3--Keinginan dan ambisi



Apabila kita dibutakan oleh ambisi, kita minta dipahami terlebih dahulu dan

berusaha mendapatkan kemuliaan, jabatan, kekuasaan, dan kenaikan pangkat,

bukannya memandang waktu, bakat dan harta milik sebagai karunia yang harus

kita pertanggung jawabkan. Orang-orang yang berambisi itu sangat possesif.

Mereka menaksir segala sesuatu berdasarkan pada manfaat bagi dirinya. Setiap

orang menjadi pesaing. Hubungan mereka - bahkan yang intim dan dekat -

cenderung bersifat persaingan. Mereka memakai berbagai cara manipulatif

untuk mencapai tujuan mereka.



TIGA RESOLUSI UNIVERSAL



Setelah mengetahui kekuatan-kekuatan yang menghambat kemajuan diri, maka

selanjutnya kita harus berlatih untuk mengatasi hamabat-hambatan tersebut.

Mau tidak mau kita harus menjalani peperangan pribadi dan memenangkan diri

sendiri. Dan, kita semua memiliki kesempatan untuk memenangkan peperangan

publik kita di dalam pikiran kita sebelum perang itu benar-benar menjadi

kenyataan. Atasi itu dalam pikiran terlebih dahulu. Kita bisa mengatasi

ambisi, egoisme, kecenderungan negatif, ketidaksabaran, kemarahan, kebiasaan

menunda-nunda dan rasa tidak bertanggung jawab. Lawanlah hal-hal ini dan

menangkan peperangan dengan gagah sebelum kita melakukannya dalam kenyataan.



Kita bisa mengatasi kekuatan-kekuatan penghambat tersebut di atas dengan

membuat dan memenuhi tiga resolusi universal berikut.



1--Resolusi pertama: untuk mengatasi kekuatan penghambat berupa selera dan

nafsu, saya memutuskan untuk menjalankan disiplin diri dan penyangkalan

diri.



Ketika kita terlalu mengumbar selera dan nafsu badani, kita merusak proses

mental dan penilaian kita dan juga hubungan sosial kita. Tubuh merupakan

ekosistem dan apabila sisi ekonomis atau fisik kita tidak berimbang, semua

sistem lain akan terpengaruh. Itulah alasan mengapa kebiasaan untuk

memperbaharui diri (ingat kebiasaan ke tujuh: mengasah gergaji) demikian

mendasar. Prinsip-prinsip penguasaan diri, konsistensi, dan disiplin diri

menjadi daar seluruh kehidupan seseorang. Mengumbar nafsu merugikan

perhitungan dan kearifan kita.



Saya sadar bahwa banyak orang yang tidak mengendalikan diri namun tetap

menunjukkan kebesaran dan kejeniusannya. Tetapi, dengan berjalannya waktu

sikap tersebut akan mengalahkan orang itu. Lihatlah, banyak orang terkenal

dan kaya telah kehilangan kekayaan dan keyakinan, keberhasilan dan

keefektifan dirinya karena tidak bisa mengendalikan diri. Contoh lain,

tentang kesehatan. Memelihara kesehatan membutuhkan lebih dari sekedar sikap

bijak. Semakin tua kita semakin berada di persimbangan arus antara kebutuhan

akan disiplin serta pengekangan diri dan keinginan untuk bebas bersantai

melepaskan kendali. Kita mungkin merasa telah melakukan segala kewajiban dan

berhak untuk bebas. Namun, bila kita menjadi permisif dan menuruti diri kita

snediri, kualitas kehidupan dan kerja propfesional kita akan terkena akibat

buruknya.



2--Resolusi kedua: untuk mengatasi kekuatan penghambat berupa kesombongan

dan kepalsuan, saya memutuskan untuk memperbaiki karakter dan kecakapan.



Apabila kita menuruti selera dan nafsu, kita dapat dengan mudah tergoda oleh

kesombongan dan kepalsuan. Kita kemudian mulai berpura-pura, bersandiwara

dan menguasai teknik-teknik manipulasi. Apabila definisi konsep diri kita

merupakan hasil dari anggapan orang lain pada kita - dari cermin sosial -

kita akan menjalankan hidup ini dengan keingan dan harapan mereka. Semkain

kita menjalani hidup untuk memenuhi harapan orang lain, semakin kita lemah,

dangkal dan tak aman.



Seorang eksekutif muda, misalnya, ingin menyenangkan atasannya, rekan kerja

dan bawahannya, namun dia mendapatkan bahwa kelompok-kelompok orang ini

menuntut hal-hal berbeda-beda darinya. Maka dia mulai bersandiwara dan

berpua-pura agar dapat diterima bergaul atau terhindar, untuk menyenangkan

atau menenangkan. Dalam jangka panjang dia mendapatkan bahwa dalam usahanya

menjadi "segalanya bagi orang lain", pada akhirnya dia menjadi bukan apa-apa

bagi setiap orang. Akhirnya diketahuilah apa dan siapa dirinya. Dia

kehilangan harga diri dan tidak dihargai oleh orang lain.



Memang kita harus menaruh perhatian pad apendapat dan persepsi orang lain

sehingga kita dapat lebih efektif dengan mereka, akan tetapi kita harus

menganggap pendapat mereka bukanlah suatu kenyataan yang harus kita tindaki

atau tanggapi.



Apabila kita amati kemarahan, kebencian, kecemburuan, keirihatian,

kesombongan, dan prasangka atau emosi dan nafsu negatif lain, maka hal itu

seringkali disebabkan karena kita ingin diterima dan digargai oleh orang

lain. Karena itu, anda harus hidup selaras dengan nilai-nilai dan

prinsip-prinsip utama anda. Anda dapat berterus terang, jujur danbertindak

langsung. Dan tidak ada yang lebih mengganggu bagi orang-orang yang licik

dan bermuka dua daripada kejujuran yang tak ditutup-tutupi.



3--Resolusi ketiga: untuk mengatasi kekuatan penghambat berupa keinginan dan

ambisi yang tidak dapat dikekang, saya memutuskan untuk membaktikan

bakat-bakat dan ketrampilan-ketrampilan saya bagi tujuan-tujuan mulia dan

untuk melayani sesama.



Jika orang berusaha menjadi nomor satu dan mencari keuntungan sendiri,

mereka tidak akan menghayati makna pelayanan. Mereka mungkin berbicara

mengenai pelayanan, tetapi mereka akan selalu berusaha untuk menonjolkan

kepentingan mereka sendiri. Mereka mungkin berdedikasi dan bekerja keras,

tetapi tidak berfokus pada pelayanan. Mereka hanya berfokus pada kekuasaan,

kekayaan, ketenaran, posisi, dominasi dan harta benda.



Orang yang ber-etika memandang setiap transaksi ekonomi sebagai seuatu ujian

terhadap pelayanan moralnya, Itulah sebabnya, kerendahan hati merupakan

induk dari semua kebajikan. Sebab kerendahan hati mendorong pelayanan.

Sebelum orang memilki semangat pelayanan, mereka mungkin akan berkata bahwa

mereka menyukai apa yang emreka lakukan, namun mereka membenci

kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan hal itu. Ini adalah sikap mendua,

yaitu memiliki motif yang saling bertentangan yang membawa kita pada

peperangan dengan diri kita sendiri. Yang lebih buruk, seringkali peperangan

kita berakibat menjadi peperangan dengan orang lain. Maka, lawanlah sikap

mendua ini dengan integritas diri. Dan, integritas dapat kita peroleh dengan

membaktikan diri kita kepada pelayanan tulus bagi orang lain.



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.